MAKALAH BAB JUMLAH ISMIAH DAN FI'IL NAHI
MAKALAH
JUMLAH
ISMIAH DAN FI’IL NAHI
Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Arab 1
yang Diampu oleh Wakhidati Nurrohmah Putri, M.Pd.
Oleh :
1.
Anik Meilinda (23020160014)
2.
Nina Lestari (23020160015)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2016/2017
KATA
PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, karena atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan
penulisan makalah yang berjudul “Jumlah Ismiah dan Fi’il Nahi”. Selesainya penulisan ini, tidak
terlepas dari bantuan dan dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berjasa dalam penulisan
ini.
Penulis menyadari adanya kekurangan
dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, sehingga penulis menerima saran dan
kritik yang bersifat membangun. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.
Salatiga, 11 Oktober 2016
Penulis
Daftar Isi
Halaman Judul.................................................................................................. ........ i
Kata Pengantar ................................................................................................ ....... ii
Daftar Isi.......................................................................................................... ...... iii
BAB I Pendahuluan
A.
Latar Belakang .................................................................................... ....... 1
B.
Rumusan Masalah ................................................................................ ....... 1
C.
Tujuan penulisan .................................................................................. ....... 1
D.
Manfaat Penulisan ............................................................................... ....... 1
BAB II Pembahasan
A.
Jumlah Ismiah....................................................................................... ....... 2
B.
Fi’il Nahi............................................................................................... ....... 6
Bab III Penutup
A.
Simpulan .............................................................................................. ....... 8
B.
Saran .................................................................................................... ....... 8
Daftar Pustaka
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam mempelajari Bahasa Arab kita harus mengetahui
dasar-dasarnya, terutama nahwu dan sharafnya. Oleh sebab itu, sebagaimana kita
harus bisa mengembangkan Bahasa Arab untuk memperluas belajar Nahwu Sharafnya.
Bahasa Arab merupakan bahasa Al-Quran. Maka, mempelajari Bahasa Arab berarti
juga mempelajari AL-Quran.
Dalam makalah ini penulis akan menjelaskan tentang
nahwunya, terutama tentang jumlah ismiah dan fi’il nahi. Penulis berharap
semoga penyusunan makalah ini dapat menambah pengetahuann dan pemahaman kita
dalam mempelajari Bahasa Arab.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud jumlah ismiah?
2.
Apa yang dimaksud fi’il nahi?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian jumlah ismiah.
2.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud fi’il nahi.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah
ini diantaranya menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang jumlah ismiah
dan fi’il nahi. Selain itu melatih kemampuan mahasiswa dalam keterampilan
menulis dan membaca.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Jumlah Ismiah
Jumlah ismiyah yaitu susunan kalimah yang terdiri dari mubtada’
dan khabar. Mubtada’ adalah isim yang dii’rabrafa’ sebagai pokok
kalimat dan biasanya berada di awal susunan kalimah. Sedangkan khabar
adalah isim yang di’i’rabrafa’ yang menerangkan tentang mubtada’.
Biasanya khabar ini disebutkan setelah mubtada’.
Contoh:
Wanita adalah alat perangka (penjaring setan) (H.R. Asysyihab)
|
اَلنِّسَاءُ حَبَائِلُ الشَّيْطَانِ (رواه الشهاب)
|
1) Mubtada’
Sesuai ketentuan bahwa mubtada’ harus berupa kata kebendaan
definitif (مَعْرِفَةُ), maka dengan demikian mubtada’ bisa dan boleh berupa:
a. Maushuf (nomina), baik nama orang atau kebendaan dan lain-lain.
Misalnya:
زَيْدٌمُهَرِّجٌ : Zaid (adalah) seorang pelawak
b. Kata ganti (dhamir/pronomina)
أَنَاتَاجِرٌ : saya
seorang saudagar
c. Frasa Idhafi
غُلَامُ زَيْدٍ جَائِعِ : pembantu Aziz
kelaparan
d. Frasa na’ti
أُخْتِى الصَغِيْرَةُفِ الْبَيْتِ
Saudaraku yang kecil (adikku) berada dirumah
e. Kata tunjuk maupun rasa musyari’nya.
هَذَاكِتَابٌ
Ini buku
تِلْكَ حَدِ يْقَةٌ نَظِيْفَةٌ وَجَمِيْلَةٌ
Itu kebun yang bersih dan indah
f. Rasa maushuli, dan lain-lain
مَنْ يَتَخَيَّلُ أَمَامَ الْبَابِ أُ خْتِى الصَّغِيْرَةُ
(orang yang sedang melamun di depan pintu adalah adikku)
Mubtada’ bisa juga berupa:
a. Isim mami (isim maushul, isim isyarah, dhamir dan lain-lain
Contoh:
هُوَ
ٱلَّذِي يُصَوِّرُكُمۡ فِي ٱلۡأَرۡحَامِ كَيۡفَ يَشَآءُۚ ...(ال عمران:6)
Artinya : Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana
dikehendaki-Nya. (QS. Ali ‘Imron: 6)
b. Isim mu’rab
Contoh:
اَلْمُسْلِمُوْنَ يُصَلُّوْنَ فِي الْمَسْجِدِ
Artinya: orang-Orang muslim salat di masjid.
c. Masdar mu’awwal
Contoh:
.....
أَنْ ت َصُو مُوأ خَيْرٌلَّكُمْ, (البقرة: 184)
Artinya: Puasa lebih baik bagimu (QS. Al-Baqarah: 184
Dalam keadaan tertentu
mubtada’ boleh dibuang, misalnya jawaban dari sebuah pertanyaan.
Contoh:
اَيْنَ الْكِتَابُ؟ Di mana kitab (berada)?
2) Khabar
Pada dasarnya khabar harus sesuai dengan mubtada’nya dalam hal
-
Jumlahnya (Murad, mutsana dan jama’)
-
Jenisnya (mudzakkar dan mu’annas-nya)
Contoh:
اَلْمُسْلِمُونَ صَائِمُوْنَ
Artinya: Orang-orang muslim berpuasa
Akan tetapi apabila mubtada’ berupa isim jama’ yang tidak berakal
maka khabarnya bisa berupa Murad, muannas atau jama’ mu’annas.
Contoh:
الجِنَالُ عَالِيَةٌ ا عَالِيَاتٌ
Gunung-gunung itu tinggi
Khabar dibedakan menjadi tiga macam: khabar mufrad, khabar syibhul
jumlah dan khabar jumlah
a. Khabar Mufrad yaitu khabar yang tidak berupa jumlah atau syibhul
jumlah. Jadi Murad di sini tidak berarti hitungan sebagaimana pengertian
kalimah mufrad. Khabar mufrad ada 3 macam:
1) Khabar mufrad musytaq yaitu khabar yang terdiri dari
isim-isimmusytaq.
Contoh:
والله عَلِيْمٌ بِالظَالِمِيْنَ
Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim.
2) Khabar mufrad jamid yaitu khabar mufrad yang selain khabar musytaq.
Khabar mufrad jamid ini tidak harus sesuai dengan mubtada’nya baik
dalam hal jumlahnya (mufrad, mudzakkar dan jama’) atau jenisnya (mudzakkar dan
mu’annas-nya)
Contoh:
كَلُّ مَعْرُوْفٍ صَدَقَةٌ.... (رواه احمد)
Artinya: Setiap amal kebajikan adalah shadaqah (H.R. Ahmad)
3) Khabar Mufrad mu’awwalbilmusytaq yaitu khabar mufrad jamid,
tapi yang dimaksud adalah musytaq.
Contoh:
عَلِيٌ أَسَدٌ (شَجَاعٌ) Ali adalah singa (pemberani)
b. Khabar syibhul jumlah (jarmajrur dan zharaf)
Contoh:
اِلْمَافِي الْكَأْسِ Air di dalam gelas
Syibhul jumlah mempunyai ta’alluq yaitu kalimah yang dibuang, yang
apabila ditampakkan berupa مَوْجُوْدٌ (ة) مُتَعَاوِنٌ
(ة) مُسْتَفِرٌّ (ة)atau sejenisnya.
Sebaigan ulama nahu berpendapat bahwa apabila sibhul jumlah menjadi
khabar, maka khabarnya adalah ta’alluqnya.
Contoh:
اَلْمَاءُ (مَوْجُوْدٌ) فيِ الْكَأسِ
Artinya: Air (berada) di dalam gelas.
c. Khabar jumlah
Khabar jumlah harus mengandung dhamir yang sesuai dengan mubtada
dalam hal jumlah-nya (mufrad, mutsanna, dan jama) dan jenisnya (mudzakar dan
mu’annatsya)
Khabar jumlah ada dua macam:
1) Khabar jumlah fi’liyah, yaitu khabar yang terdiri dari fi’il dan
fa’ilnya. Fa’ilnya berupa dhamir yang kembali kepada mubtada.
Contoh:
كُلُ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ..... (رواه البخاري)
Artinya: Tiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci. (HR. Al-Bukhari)
2) Khabar jumlah ismiyah, yaitu khabar yang terdiri dari mubtada dan
khabar.
Contoh: .
اَلْمَسْجِدُ حَدِ يْقَتُهُ وَاسِعَةٌ
Artinya: Masjid itu tamannya luas.
Khabar boleh diletakkan di depan mubtada dalam keadaan sebagai
berikut:
-
Jumlah ismiyah itu didahului dengan ‘adat istifham, sedangkan khabarnya berupa
isim musytaq.
Contoh:
أَمَرِيْضٌ اَنْتِ؟
Apakah kamu sakit?
-
Apabila khabarnya berupa syibhul jumlah dan mubtadanya berupa isim ma’rifah.
Contoh:
فِي الْأُوْتُوْبِيْسِ الرَّكَّابُ
Di dalam bis para penumpang
Khabar wajib diletakkan sebelum mubtada’nya dalam keadaan sebagai
berikut:
-
Khabarnya berupa syibhul jumlah sedang mubtadanyanakirah yang bukan maushuf dan
bukan pula mushaf.
Contoh:
فِيهَا كُتُبٌ قَيِّمَةٌ
Didalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang
lurus (QS. Al-Bayyinah: 3)
-
Khabar berupa isim yang menurut kedudukan berada di permulaan jumlah, seperti
isim istifham.
Contoh:
Kapan Ujian? مَتَى اْلإِمْتِحَانُ؟
Wajib membuang khabar bila mubtada didahului لَوْلَا
Contoh:
لَوْلاَ الطّبِيْبُ مَاشَفَى اْلمَرِيْضُ
لَوْلاَ الطّبِيْبُ (مَوْجُوْدٌ) مَاشَفَى اْلمَرِيْضُ
Artinya: apabila tiada Muhammad maka rusaklah manusia.
Apabila Muhammad tidak (diutus) maka rusaklah manusia.
B.
Fi’il Nahi
Fi'il Nahi atau
"kata kerja larangan" adalah bentuk negatif dari Fi'il
Amar. Untuk membentuk Fi'il Nahy, kita tinggal menambahkan harf لاَ (=jangan)
dan memasukkan huruf تَ di awal Fi'il Amar.
Perhatikan polanya di bawah ini:
Fa'il
|
Fi'il Amar
|
Fi'il Nahy
|
Tarjamah
|
أَنْتَ
|
اِفْعَلْ
|
لاَ تَفْعَلْ
|
= jangan (engkau -lk) kerjakan
|
أَنْتِ
|
اِفْعَلِيْ
|
لاَ تَفْعَلِيْ
|
= jangan (engkau -pr) kerjakan
|
أَنْتُمَا
|
اِفْعَلاَ
|
لاَ تَفْعَلاَ
|
= jangan (kamu berdua) kerjakan
|
أَنْتُمْ
|
اِفْعَلُوْا
|
لاَ تَفْعَلُوْا
|
= jangan (kalian -lk) kerjakan
|
أَنْتُنَّ
|
اِفْعَلْنَ
|
لاَ تَفْعَلْنَ
|
= jangan (kalian -pr) kerjakan
|
Contoh dalam kalimat:
Dari fi'il خَافَ (= takut) dan fi'il حَزِنَ (= sedih) menjadi Fi'il Nahy:
لاَ تَخَفْ وَلاَ تَحْزَنْ
|
= jangan (engkau -lk) takut dan jangan sedih
|
لاَ تَخَافِيْ وَلاَ تَحْزَنِيْ
|
= jangan (engkau -pr) takut dan jangan sedih
|
لاَ تَخَافَا وَلاَ تَحْزَنَا
|
= jangan (kamu berdua) takut dan jangan sedih
|
لاَ تَخَافُوْا وَلاَ تَحْزَنُوْا
|
= jangan (kalian -lk) takut dan jangan sedih
|
لاَ تَخَفْنَ وَلاَ تَحْزَنَّ
|
= jangan (kalian -pr) takut dan jangan sedih
|
Cara membuat Fi’il Nahi :
Fi’il nahi dikeluarkan dari fi’il mudhari’ mukhathab yang enam dengan tiga
cara:
•Tambah awalnya.
•Matikan akhir mufrad mudzakkar yaitu kalimat yang pertama.
•Buang semua nun yang di akhir kalimat kecuali nun yang di akhir kalimat
keenam.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1. Jumlah ismiyah yaitu susunan kalimah yang terdiri dari mubtada’
dan khabar. Mubtada’ adalah isim yang dii’rabrafa’ sebagai pokok
kalimat dan biasanya berada di awal susunan kalimah. Sedangkan khabar
adalah isim yang di’i’rabrafa’ yang menerangkan tentang mubtada’.
2. Fi'il Nahi atau
"kata kerja larangan" adalah bentuk negatif dari Fi'il
Amar. Untuk membentuk Fi'il Nahy, kita tinggal menambahkan harf لاَ (=jangan)
dan memasukkan huruf تَ di awal Fi'il Amar.
B.
Saran
Alangkah baiknya jika penulis menyusun makalah ini
dengan kaidah karya ilmiah yang benar. Lalu, sebaiknya penulis hanya
menggunakan sumber yang terpercaya saja, seperti buku, jurnal, tesis, dan
lainnya.
Daftar Pustaka
Akhibah, Lizara. 2015. Jumlah Ismiah. (Online),
(http://lizaraakhibah.blogspot.co.id/2015/05/jumlah-ismiyah.html, diakses pada tanggal 11 Oktober 2016)
Komentar
Posting Komentar